Etika di dalam Pasar menurut Islam
Islam
memberikan pedoman yang jelas tentang perilaku penjual dan pembeli
ketika berada di pasar. Pedoman tersebut tercermin dan dinyatakan dalam
perilaku Nabi Muhammad ketika beliau memasuki pasar, mengorganisr, dan
mengawasi perdagangan di pasar pertama Islam di Madinah, di mana negara
Islam berdiri. Berikut ini adalah deskripsi dari beberapa pedoman
tersebut.
- Ketika memasuki pasar, seseorang harus memulai aktivitasnya dengan membaca doa untuk memuji Allah, mengakui keesaan-Nya, dan bersaksi bahwa semua kebaikan terjadi atas kehendak-Nya.[1]
- Ketika berada di dalam pasar seseorang tidak boleh berteriak atau menaikkan suaranya. Nabi Muhammad menjelaskan dalam Quran denganungkapan ’Engkau termasuk orang yag tidak sopan, kasar, atau pembuat kegaduhan di pasar’ (Hadis). Pasar harus tetap bersih. Kebersihan merupakan salah satu yang paling diutamakan dalam ajaran Islam.[2]
- Penghuni di pasar sangat dianjurkan untuk menyapa satu sama lain bahkan jika mereka termasuk orang asing. Salam dalam Islam adalah ucapan ‘Assalamu’alaykum (Keselamatan dan Kesejahteraan untukmu)’. Salam dipandang sebagai sarana untuk menggapai surga, sebagaimana sabda Rasulullah (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam): “Kalian tidak akan masuk surge hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga saling berkasih sayang. Maukah aku beritahukan sesuatu yang apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling berkasih sayang? Sebarkanlah salam diantara kalian”.[3]
- Ketika orang bersenjata memasuki pasar ia harus mengamankan senjatanya agar tidak menyakiti orang lain. sebagaimana sabda Rasulullah (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam): “Apabila salah seorang kamu lewat di suatu majlis atau di sebuah pasar, sedang ia membawa anak panah, hendaklah dia memegang mata panahnya itu, kemudian hendaklah dia memegang mata panahnya itu, kemudian hendaklah dia memegang mata panahnya itu (agar tidak melukai seorang Muslim)”[4]
- Seseorang harus menahan diri dari duduk-dukduk di pinggir jalan. Perempuan juga harus menjauhkan diri dari tindakan yang bisa menarik perhatian laki-laki seperti memakai perhiasan dan menggunakan make upyang berlebihan. ” Hadis riwayat Abu Said Al-Khudri Radhiya’l-Lahu’anhu: ia berkata: Dari Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam, beliau bersabda: Hindarilah duduk di jalan-jalan! Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah! Kami tidak dapat menghindar untuk duduk berbincang-bincang di sana (di jalan). Rasulullah (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam) bersabda:Kalau memang kalian harus duduk juga, maka berikanlah pada jalan itu haknya. Para sahabat bertanya: Apakah haknya? Rasulullah (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam )bersabda: Menjaga pandangan (dari melihat wanita), menyingkirkan hal-hal yang membahayakan, menjawab salam, serta menyuruh kepada yang makruf dan mencegah perbuatan munkar.[5]
- Bahkan jika seorang Muslim sibuk menjalankan perdagangan ia tidak boleh mengisolasi diri dari apa yang terjadi di dalam komunitasnya. Dia harus menjadi peserta aktif dalam urusan masyarakat.
- Seorang pedagang harus memahami seni dan norma dalam perdagangan serta tentang yang diizinkan dan dilarang dalam agama (Halal dan Haram). Hal ini dalam rangka untuk melindunginya dari jatuhnya korban akibat kesalahpahaman dalam perdagangan. Umar bin Al-Khattab (Radhiya’l-Lahu’anhu), khalifah Islam kedua, mengatakan ‘Tidak satupun pedagang di pasar kami melainkan dia memahami tentang agama‘.[6]
- Kebebasan pasar harus dilindungi dari segala jenis pelanggaran. Terdapat banyak ajaran tentang hal tersebut. Setelah Nabi (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam) memilih lokasi untuk pasar dia berkata ‘ini adalah pasar Anda, ukurannya tidak boleh dibuat lebih kecil dan tidak ada pajak harus dikenakan atasnya‘. Ketika seorang sahabat mendirikan tenda di pasar baru (tersebut) untuk menjual kurma, Nabi (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam) memerintahkan agar tendanya dibakar, karena tindakan itu dipandang sebagai bentuk pelanggaran di pasar, Suatu properti publik di mana semua orang memiliki hak yang sama dan tidak ada yang lebih berhak untuk mengklaimnya. Khalifah kedua melakukan hal yang sama atas pasar. Selain yang telah tersebut, seseorang dilarang untuk mendahului produk sebelum mereka tiba di pasar, karena semua harga akan ditetapkan antara semua pembeli dan penjual ketika di pasar. Nabi (Shalla’l-Lahu’alayhi wa Sallam) dengan jelas meminta pedagang untuk tidak bergegas mendatangi kafilah dagang yang masuk, beliau mengatakan: ‘Jangan menemui pedagang di jalan dan melakukan transaksi bisnis dengan dia, dan siapa bertemu dia dan membeli dari dia (bahwa ketika pemilik (barang) datang ke pasar (dan menemukan bahwa ia telah membayar harga kurang) dia memiliki pilihan (untuk menyatakan bahwa transaksi tersebut tidak sah dan batal)’(Hadits). Larangan ini diterapkan untuk memungkinkan pasar agar melakukan fungsinya dalam menetapkan harga yang tepat.
- Penawaran palsu adalah ketika satu orang atau lebih akan mengajukan penawaran lebih tinggi tanpa niat untuk membeli, tetapi untuk menipu pembeli agar membayar harga yang lebih tinggi dari suatu produk. Jenis perilaku yang dikenal dalam Islam sebagai Najash dan Nabi telah menyatakan bahwa hal ini dilarang dalam agama.[7]
10.Perdagangan barang dari sumber yang
dipesengketakan dilarang dalam Islam. Misalnya, barang curian dan barang
yang diambil secara paksa tidak diizinkan untuk masuk ke dalam pasar
Islam.
[1] Rasulullah (Shalla’l-lahu’alayhi wa Sallam) bersabda: ‘Barangsiapa masuk pasar, lalu membaca: “Laa
ilaaha illalLahu wahdahu laa syariika lahu, lahulmulku walahulhamdu,
yuhyii wa yumiitu wa huwa hayyun laa yamuutu, biyadihil khaiir, wa huwa
‘ala kulli syai’in qadiir.” Allah mencatat untuknya satu juta kebaikan, menghapus darinya satu juta keburukan dan meninggikan untuknya satu juta derajat.’ (HR. At-Tirmidzi 5/291, Al-Hakim 1/538 dan Ibnu Majah 2235.)
[2] Kesucian sebagian dari Iman (HR. Muslim no.223. Hadits ke-23 dalam al-Arba’un an-Nawawiyah). Pada kesempatan lain beliau melihat seseorang dengan pakaian kotor, lalu beliau bersabda: ‘Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu untuk membersihkan pakaiannya?’ (HR. Abu Dawud, hadits Shahih menurut al-Albani dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah no.489)
[3] HR. Muslim dari Abu Hurairah (Syarh Muslim li an-Nawawi II/35)
[4] HR. Muslim dari Abu Musa Rhadiya’l-Lahu’anhu. Shahih Muslim no.4739 Bab 18 tentang Kebajikan, Silaturrahim, Adab, dan Sopan Santun
[5] HR. Muslim. Shahih Muslim no. 3960 Bab 20 tentang Pakaian dan Perhiasan.
[6] Arifin (2009) dalam “Sifat Perniagaan Nabi” mengatakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab radhiya’l-Lahu’anhu telah berpesan kepada kaum muslimin secara umum, yakni: “Hendaknya
tidaklah berdagang di pasar kita, selain orang yang telah faham
(berilmu), bila tidak demikaian, niscaya (orang tersebut) akan memakan
riba.” (Dari Ibnu Abdil Bar Al-Malik. Riwayat ini dihasankan oleh Al-Albani). Imam Malik (Al-Maliyah wal Masharafiyyah, DR. Nazih Hamad, hal.359 dalam Wasitho) mengatakan bahwa: “Khalifah
Umar bin Khattab radhiya’l-Lahu’anhu memerintahkan para pemimpin
(daerah) untuk mengumpulkan seluruh pedagang dan orang-orang pasar, lalu
beliau menguji satu-persatu, saat beliau menemukan di antara mereka
yang tidak mengerti hukum halal-haram dalam jual beli, beliau melarang
pedagang tersebut masuk pasar dan menyuruhnya mempelajari ajaran agama
tentang bisnis (fiqh muamalah). Bila pedagang tersebut telah paham, maka
dia diperbolehkan masuk pasar”
[7] Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah lah yang menentukan harga, yang menekan, yang melapangkan, dan yang memeberi rezki. Saya ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorang pun diantara kalian yang menuntut saya karena suatu kezhaliman baik mengenai masalah darah maupun harta’ (HR. Abu Daud, Turmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimim, dan Abu Ya’la, dikutip dari Al-Halal wal Haram Fil Islam karya Dr. Yusuf al-Qaradhawi, dikomentari Shahih menurut Al-Albani dalam Ghayatul Maaram)
Post a Comment