Valas dalam perspektif hukum islam
Valuta asing dalam istilah bahasa
Inggris dikenal dengan money changer atau foreign exchange,
sedangkan dalam istilah Arab disebut al-sharf. Dalam kamus al-Munjid
fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti menjual uang dengan
uang lainnya. Al-sharf yang secara harfiyah berarti penambahan,
penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Dengan demikian al-sharf
adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Valas atau al-sharf
secara bebas diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai
alat pembayaran yang sah di negara lain, seperti dollar
Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya.
Jual beli mata uang merupakan transaksi
jual beli dalam bentuk finansial yang mencakup beberapa hal sebagai berikut:
pembelian mata uang, pertukaran mata uang, pembelian barang dengan uang
tertentu, penjualan barang dengan mata uang, penjualan promis (surat perjanjian
untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu, atau penjualan saham
dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu.
Masing-masing dari kegiatan di atas
dapat diklasifikasi menjadi dua macam kegiatan, yaitu jual beli dan pertukaran.
Sehingga untuk masing-masing kegiatan tersebut dapat diberlakukan hukum jual
beli dan pertukaran. Penjualan mata uang dengan mata uang yang serupa atau
penjualan mata uang dengan mata uang asing dalam Islam inilah yang kemudian
disebut sebagai al-sharf.[1]
Apabila
antara negara terjadi perdagangan internasional, maka
tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam
dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya, eksportir
Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor barang dari luar
negeri.
Dengan
demikian, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Setiap
negara berwewenang penuh menetapkan kurs mata uangnya masing-masing (kurs
adalah perbandingan nilai uangnya terhadap uang asing). Misalnya 1 dolar
Amerika = Rp 9.540,00. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta
asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing, money
changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas.[2]
Demikian
juga misalnya, bila sebuah perusahaan di Indonesia mengekspor barang, misalnya
ke Jepang, maka pertukaran mata uang asing diperlukan. Pembayaran oleh Jepang
untuk perusahaan Indonesia harus dengan mata uang lokal, rupiah. Sementara
importir Jepang hanya memiliki mata uang yen.
Dalam hal
ini ada dua kemungkinan yang dapat ditempuh, guna memenuhi kebutuhan transaksi
antara eksportir Indonesia dan importir Jepang tersebut. Pertama, bila eksportir Indonesia
menagih dalam bentuk rupiah, maka importir Jepang harus menjual yen dan membeli
rupiah untuk membayar barang yang diimpor dari Indonesia. Kedua, bila
eksportir Indonesia dibayar dengan mata uang yen, maka eksportir Indonesialah
yang harus menukar yen itu kepada rupiah.
Kurs mata
uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi negara
masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu ke
waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu
tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas mata
uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.[3]
2.
Jenis-jenis
Transaksi Valuta Asing
Dalam jual beli antara bank dengan nasabah seperti bank
notes, traveller cheque, rekening giro atau deposito valas yang
penyerahannya dapat dilakukan pada saat transaksi, namun untuk transaksi valas
yang dilakukan dalam perdagangan internasional tidak selamanya penyerahan dapat
dilakukan pada saat transaksi, mengingat jarak yang relatif jauh, perbedaan
waktu serta volume transaksi yang besar walaupun pada akhirnya semua transaksi
ditutup secara tunai (spot). Oleh karena itu, ada 3 jenis transaksi yang
dapat dilakukan di bursa valas, yaitu:
a.
Transaksi
Tunai (spot transaction)
Dalam transaksi tunai biasanya penyerahan valas
ditetapkan 2 hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli valas ditutup
tanggal 10, maka penyerahannya dilakukan tanggal 12, namun apabila tanggal 12
adalah hari Minggu atau hari libur negara asal, maka penyerahan dapat dilakukan
pada kari berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut
tanggal valuta atau value date.
Penyerahan dana dalam transaksi tunai pada dasarnya
dapat dilakukan dalam 3 cara:
1)
Value today disebut juga
cash settlement, yaitu penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang
sama dengan tanggal (hari) dilakukannya transaksi.
2)
Value
tomorrow disebut juga one day settlement, yaitu
penyerahan dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3)
Value spot, yaitu
penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.
b.
Transaksi
berjangka/tunggak (forward transaction)
Dalam transaksi berjangka penyerahan dilakukan
beberapa hari mendatang baik secara mingguan atau bulanan. Kurs dilakukan pada
waktu kontrak dilakukan, akan tetapi pembayaran dilakukan beberapa waktu yang
akan datang sesuai dengan jangka waktunya. Akibatnya rate yang digunakan
dalam transaksi berjangka lebih tinggi dibandingkan dengan transaksi tunai.
Transaksi semacam ini disebut premium dan bila sebaliknya disebut discount.
Transaksi berjangka ini sering dilakukan untuk pemagaran risiko terhadap
fluktasi tingkat pertukaran (exchange rates) dan menjamin nilai tagihan
di masa ynag akan datang dan juga untuk tujuan spekulasi.
Sebagai contoh, misalkan harga satu unit rumah di
Yordania adlah USD 10 ribu. Harga rumah yang sama di Indonesia adalah Rp 6o
juta. Dari harga rumah itu, maka harga spot
USD terhadap rupiah adalah Rp 60 juta : $ 10 juta = Rp 6.000 per 1 USD.
Lalu A menukarkan Rupiah (IDR) dengan US dollar (USD) kepada B dengan tanggal
penyerahan 30 hari kemudian. Jika tingkat bunag di pasar IDR adalah 20% per
tahun dan tingkat bunga di pasar USD adalah 8% per tahun, maka B akan
memperoleh bunga sebesar 12 % lebih rendah daripada yang diterima oleh A.
Perbedaan tingkat bunga itulah yang mendasari penetapan nilai tukar USD
terhadap IDR berjangka karena B kehilangan kesempatan mendapatkan bunga 12%,
maka B mengenakan “premi” sebesar 12% kepada Sebaliknya karena A
memperoleh bunga 12% dari B, maka A memberikan diskon kepada B.
Perhitungannya: 0,12 x 30 : 360 = 0,01. Apabila harga
USD di pasar spot adalah Rp 6.000 per 1 USD, maka 30 hari lagi A harus membayar
harga spot ditambah premi, yaitu
Rp 6.000 x (1 + 0,01) = Rp 6.060 per 1 USD. Atau B hanya berkewajiban membayar
jumalah USD yang ditransaksikan dikurangi diskon hasilnya adalah Rp USD 1 x (1
– 0,01) = 0,99 USD per Rp 6.000.
c.
Transaksi
barter (swap transaction)
Transaksi barter dalam pasar antar bank adalah
pembelian dan penjualan secara bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2
tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Dengan demikian, transaksi barter
merupakan kombinasi antar pembeli dan penjual untuk dua mata uang secara tunai
yang diikuti membeli dan menjual kembali mata uang yang sama secara tunai dan
berjangka secara stimulan dalam batas waktu yang berbeda. Transaksi barter
sering kali disebut transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu
tertentu dan transaksi barter jumlah pembelian suatu mata uang selalu sama dengan
jumlah penjualannya, oleh kerenanya tidak mengubah posisi pertukaran
keuntungan.
Tujuan dari transaksi barter adalah untuk menjaga
kemungkinan dari kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs. Transaksi barter
dapat dilakukan oleh BI dengan bank atau antara bank dengan nasabahnya. Dengan
kata lain, bahwa barter merupakan transaksi berjangka yang dikaitkan dengan
transaksi tunai atau kebalikannya. Misalnya, jual tunai beli berjangka atau beli
berjangka jual tunai. Transaksi barter banyak dilakukan oleh bank apabila suatu
saat bank mengalami kelebihan jenis mata uangnya. Sebagai contoh, bank
berlebihan uang yang disimpan nasabah dalam deposito valas US$ sedangkan kredit
yang diberikan kebanyakan dalam yen JPN, maka kepincangan ini dapat ditutup
melalui transaksi barter.[4]
d.
Transaksi Option
Transaksi Option adalah sebuah kontrak finansial yang
memberikan hak kepada pembeli dan kewajiban pada penjual untuk membeli atau
menjual sesuatu pada harga, satuan dan waktu tertentu. Pembeli dalam hal ini
adalah pihak yang mengalihkan resiko kepada penjual dengan cara membayar premi.
Melalui perjanjian ini, pembeli tidak mau menerima resiko melebihi premi yang
dibayarkan namun berhak untuk mengambil keuntungan yang tidak terbatas.
Sementara di sisi lain, penjual adalah pihak yang menerima premi sebagai
keuntungan maksimal dan bersedia untuk menanggung kerugian yang tidak terbatas.
Pembeli berhak memilih apakah akan menggunakan hak tersebut atau
tidak. Jika pembeli memilih menggunakan hak tersebut, maka penggunaan tersebut
dikenal dengan nama exercise. Dengan meng-exercise option, pembeli akan membeli
atau menjual pada harga yang sudah disepakati dalam kontrak. Jika pembeli
memilih untuk tidak menggunakan hak pembeli atau lapse maka kontrak akan
berakhir tanpa nilai. Transaksi
Option dilakukan di bursa atau di luar bursa (OTC) melalui broker
tertentu. Dan jenis instrumen yang dapat dicakup oleh Transaksi Option
beraneka ragam, bisa mata uang, komoditi fisik, sekuritas atau properti.[5]
3.
Valuta Asing
Menurut Perspektif Islam
Perdagangan
valuta asing dapat dianalogikan dengan pertukaran antara emas dan perak (sharf).
Harga atau pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
penjual dan pembeli.
Diriwayatkan
oleh Abu Ubadah ibnush-Shamid bahwa Rasullah Saw. telah bersabda,
عَنْ عُباَدَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَال : قَال رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم : الذَّهـَبُ بِالذَّهـَبِ وَالفِضَّةِ بِالفِضَّةِ
والبُرُّ بِالبُرِّ والشَّعِيْرُ بِالشَّعِيْرِ والتَّمْرُ بِالتَّمْرِ والمِلْحُ
بِالمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَ
هـَذِهِ الأَصْنَافِ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas
(hendaklah dibayar) dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, sama dan
sejenis haruslah dari tangan ke tangan (cash). Maka apabila berbeda
jenisnya, juallah sekehendak kalian dengan syarat kontan.” (HR Muslim, dalam
kitab al-Musaqah)
Arahan Rasulullah Saw. dalam hadits
ini mengindikasikan:
a.
Emas dan
perak sebagai mata uang tidak boleh ditukarkan dengan sejenisnya (Rupiah dengan
rupiah atau dollar dengan dollar) kecuali sama jumlahnya.
b.
Bila berbeda
jenisnya, rupiah dengan yen, dapat ditukarkan (exchange) sesuai dengan market
rate dengan catatan harus naqdan atau spot.[6]
4.
Norma-Norma Syariah Dalam Valuta Asing
Aktivitas
perdagangan valuta asing harus terbebas dari unsur riba,
maisir, gharar. Dalam pelaksanaannya haruslah memperhatikan beberapa batasan
sebagai berikut.
a.
Pertukaran
tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing
pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang
bersamaan.
b.
Motif
pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan
jasa, bukan dalam rangka spekulasi.
c.
Harus
dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membeli barang dari
B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali
pada tanggal tertentu di masa mendatang.
d.
Transaksi
berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang
dipertukarkan.
e.
Tidak
dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain tidak
dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’i al-fudhuli).
Dengan
memperhatikan beberapa batasan tersebut, terdapat beberapa tingkah laku
perdagangan yang dewasa ini biasa dilakukan di pasar valuta asing konvensional
harus dihindari, antara lain:
a.
Perdagangan
tanpa penyerahan (future non-delivery trading atau margin trading)
b.
Jual beli
valas bukan transaksi komersial (arbitrage), baik spot maupun forward
c.
Melakukan
penjualan melebihi jumlah yang dimiliki atau dibeli (oversold)
d.
Melakukan
transaksi swap.[7]
5.
Fatwa tentang
Jual Beli Mata Uang (Valas)
Berikut
ini adalah fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) NO.28/DSN-MUI/III/2002 tentang
transaksi jual beli mata uang.
Pertama : Ketentuan Umum:
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum:
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
- Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
- Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
- Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
- Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis Transaksi Valuta
Asing
- Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (ِمَّما لاَ ُبَّد مِنْهُ) dan merupakan transaksi internasional.
- Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
- Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
- Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
6.
Larangan Spekulasi Valas
Jual beli
valas apabila motifnya untuk spekulasi, sebagaimana yang
banyak terjadi saat ini, maka hukumnya haram. Argumentasi dan dasar pemikiran larangannya dirumuskan dalam bentuk poin di bawah ini :
a.
Pendapat
Mahathir Muhammad, PM Malaysia, Mahathir Muhammad dikenal luas sebagai orang
yang mengecam keras praktik perdagangan valas (Margin trading valas).
Larangan keras ini didasarkan pada sejumlah alasan :
1)
Berdagang valuta
asing ini tidak ubahnya seperti judi, karena dalam transaksinya penuh dengan
spekulasi.
2)
Konstribusi margin
trading sangat signifikan terhadap melemahnya rupiah atas dollar AS.
Sedangkan melemahnya rupiah atas dollar merupakan bencana bagi ekonomi
Indonesia.
3)
Praktik margin
trading biasanya tidak mengindahkan fair bussines.
4)
Karena tidak
ada proses transaksi riel, para pelaku hanya mengandalkan selisih dari harga valuta
pada saat penutupan.
b.
Uang bukan
komoditas. Dalam ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas,
namun dalam perdagangan valuta, yang secara jelas, telah dijadikan sebagai
komoditas.
Perdagangan valas
dalam kegiatan spekulasi adalah sebuah transaksi maya (semu), karena padanya
tidak terdapat jual beli sektor riil. Dalam perdagangan valas, yang
diperjualbelikan adalah uang itu sendiri, bukan
barang atau jasa. Mereka hanya memperjualbelikan
kertas berharga dan mata uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (gain)
yang diperoleh tanpa jual beli itu termasuk kepada
riba. Karena gain itu diperoleh bighairi ‘iwadhin, yakni tanpa
ada sektor riil yang dipertukarkan, kecuali mata uang itu sendiri.
Tegasnya, gain
(harga beli lebih besar dari harga jual) yang diperoleh dalam perdagangan valas
adalah riba. Pelarangan riba yang secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah : 275-279), pada hakikatnya, merupakan pelarangan terhadap transaksi maya.
Firman Allah,
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli
(sektor riil), dan mengharamkan riba (transaksi maya).”[8]
Kesimpulan
1.
Valuta
asing dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan money changer atau foreign
exchange, sedangkan dalam istilah Arab disebut al-sharf.
2.
Jenis-jenis
transaksi valuta asing dan hukumnya menurut islam :
a.
Transaksi
tunai (spot transaction) : boeh
b.
Transaksi
berjangka (forward transaction) : haram
c.
Transaksi
barter (swap transaction) : haram
d.
Transaksi
option : haram
3.
Transaksi
jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
- Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
- Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
- Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
- Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
4.
Jual beli
valas apabila motifnya untuk spekulas hukumnya haram.
[1] Valuta Asing (Al-Sharf), http://earningfromthenet.wordpress.com/valuta-asing-al-sharf/, terakhir
diakses 16 maret 2012, jam 7.40 wib
[2] Masjfuk Zuhdi,
Masail Fiqhiyah, Toko Gunung Agung, Malang, 1987, hlm. 139
[3] Muhammad maryono, Hukum valas dan spekulasi mata uang, http://muhammadmaryono.wordpress.com/2009/09/08/hukum-valas-dan-spekulasi-mata-uang/, diakses tanggal 16
maret 2012, jam 7.58 wib
[5] Option
Trading, http://www.mifx.com/education/46/Option_Trading.php, diakses
tanggal 16 maret 2012, jam 10.51 wib
[6] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik,
Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm.197
[8] Muhammad maryono, Hukum valas dan spekulasi mata uang, http://muhammadmaryono.wordpress.com/2009/09/08/hukum-valas-dan-spekulasi-mata-uang/, diakses tanggal 16
maret 2012, jam 7.58 wib