Islam
merupakan sebuah pandangan hidup yang menyeluruh, dan petunjuknya
mencakup seluruh sektor kehidupan. Agama ini telah memberikan
prinsip-prinsip yang rinci untuk membimbing dan mengontrol berbagai
aspek ekonomi dalam masyarakat. Setiap Muslim menyadari bahwa kekayaan,
pendapatan, dan materi adalah milik Tuhan, sedangkan mereka hanyalah
wakil-Nya (di muka bumi). Prinsip-prinsip yang diajarkan Islam bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat adil, yang mana setiap orang memiliki
tanggung jawab dan kejujuran. (Adapun contohnya) termasuk yang berikut
ini:
Larangan terhadap Penyuapan/Rashwa[1]
Larangan terhadap segala bentuk penyuapan
termasuk dalam ajaran Islam. Penyuapan merupakan salah satu bentuk dari
korupsi, dan hal tersebut sangat dikutuk (dalam Islam). Beban tersebut
dikenakan atas kedua belah pihak, baik yang meminta suap atau menerima
suap, dan yang menawarkannya. Seluruhnya, pemberi, penerima, dan orang
yang memfasilitasi telah ditegur dengan sangat keras ketika menjalankan
praktik ini. Rasulullah (Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam)bersabda: “Laknat Allah atas penyuap dan menerima suap”[2]
Larangan terhadap Kecurangan dan Tipu Daya.
Islam menekankan tentang pentingnya
kejujuran dan mengingatkan kepada para penjual untuk menghindari berkata
berlebihan atau berdusta atas produk dan jasa mereka. Dilarang (oleh
Islam) untuk mendapatkan harta atau kekayaan dengan penipuan,
kecurangan, pencurian, atau kebohongan lainnya. Para penjual yang
terlibat dalam tindak kecurangan, (sesungguhnya) sedang melakukan sebuah
perbuatan dosa. Surat ke 83 dalam Al-Qur’an (Para Pedagang yang Curang/
Al-Muthaffifīn) berisi ayat-ayat berikut:
- Celakalah bagi orang-orang yang curang.
- (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan (dipenuhi sesuai haknya).
- Akan tetapi apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka menguranginya.
Dalam ajaran Islam yang lain dijelaskan, sebagai berikut:
- “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Qs. Al-Baqarah [2]: 275)
- (Syu’ai ‘Alaihi-s-Salam berkata kepada kaumnya) : “Wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah engkau merugikan manusia atas hak-haknya” (Qs.Hūd [11]: 85)
- “Wahai orang-orang yang beriman janganlah engkau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak jujur)” (Qs. An-Nisa’ [4]:29)
- “Pada hari pembalasan, pedagang Muslim yang jujur akan ditempatkan bersama para syuhada (di surga-Nya)” (Nabi Muhammad Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam)[3]
- “Jual barang yang baik dan pisahkan yang buruk. Barangsiapa yang berbuat curang, maka bukan termasuk golongan kami (Nabi Muhammad Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam)[4].
- “Bersumpah untuk memproduksi (barang) siap jual, namun menodainya maka dia tidak akan mendapat rahmat (Allah)” (Nabi Muhammad Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam).
Yusuf Ali (1991, halaman 1616 catatan kaki no.6011, 6012), dalam Quddus, et al. (2009, halaman 328), menyatatakan bahwa:
Penipuan harus diambil dalam
pengertian yang lebih luas … hal ini merupakan semangat ketidakadilan
yang dikutuk -memberi terlalu sedikit dan meminta banyak. Ini mungkin
saja terjadi dalam perdagangan, di mana seseorang menghendaki sesuatu
(yang dibelinya) melebihi takaran daripada secara sukarela menolaknya.
… sanksi hukum dan social terhadap penipuan tergantung pada (tingkat)
keberhasilan (tindakannya), (serta) pada kemungkinan untuk diketahui.
(Adapun) Sanksi moral dan agama bentuknya berbeda …entah, tidakan
(penipuan) tersebut diketahui atau tidak oleh orang lain, engkau
(penipu) tetap bersalah dihadapan Tuhan”
Larangan terhadap Diskriminasi
Islam menganganggap bahwa segala bentuk
diskriminasi adalah ketidakadilan dan bertentangan dengan segala aspek
kehidupan. Nabi Muhammad Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam bersabda : “Orang
Arab tidaklah lebih unggul dibandingkan orang non- Arab, dan orang
non-Arab tidaklah lebih unggul dibandingkan orang Arab; orang kulit
hitam tidaklah lebih unggul dibandingkan orang kulit putih, dan orang
kulit putih tidaklah lebih unggul dibandingkan orang kulit hitam.
Kriteria keutamaan di sisi Allah adalah kebenaran dan hidup jujur
(ketaqwaan)”.
Keutamaan Perbuatan Sosial dan Tanggung Jawab
Anjuran Islam tentang pentingnya
memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat telah memberikan nafas baru
dalam konsep tanggung jawab sosial perusahaan, dan sebagaian besar dari
hal tersebut berkaitan erat dengan kebiasaan yang dilakukan oleh dunia
bisnis masa kini. Sebuah organisasi yang memiliki tanggung jawab sosial
dalam Islam, menekankan tanggung jawabnya pada 3 bidang, yakni: kepada stakeholders, kelestarian lingkungan, dan masyarakat. Sebagai contoh dari keterlibatan stakeholders,
adalah penekanan Islam tentang pentingnya melakukan perjanjian kontrak
dalam bentuk tulisan dengan para pekerja, rekan dan mitra bisnis,
pemasok atau pelanggan, agar dapat melindungi segala hak dari mereka
yang terlibat dan terkena efek dari bisnis. Allah Ta’ala berfirman: “dan penuhilah (setiap) janji, sesungguhnya janji itu akan dimintai pertanggungjawaban” (Qs. Al-Isrā’ [17]: 34). Adapun Nabi Muhammad Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Berikanlah upah atas pekerjamu sebelum kering keringatnya”.
Ayat terpanjang dalam Al-Qur’an secara khusus dipersembahkan untuk
menjelaskan pentingnya pencatatan (dokumentasi) sebagai sarana untuk
mengurangi konflik dan menjamin kepatuhan[5].
Demikian halnya, terdapat petunjuk khusus
untuk mengarahkan organisasi dalam pemenuhan atas perjanjiannya dan
bertanggung jawab atas kelestarian alam. Sebuah bisnis (hendaknya)
menarik Pasar Muslim tidak hanya sebagai mesin keuntungan; Ini (Pasar
Muslim) adalah sebuah institusi dari umat Islam dan (masuk ke dalamnya)
harus memenuhi aturan dan pedoman yang berlaku. Aturan ini diantranya
berhubungan dengan perlakuan terhadap hewan, seperti larangan untuk
menggunakan hewan sebagai bahan percobaan farmasi, serta larangan atas
segala tindakan yang menyebabkan pencemaran lingkungan (Beekun, 1996).
Al-Qur’an menjelaskan bahwa: “Telah tampak kerusakan di darat dan
laut yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Allah menghendaki agar
mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar)” (Qs. Ar-Rūm [30]: 41)
Pada dasarnya, hukuman dalam Islam atas penyebab kerusakan dapat berupa kematian, Allah Ta’ala berfirman: “Barangsiap
membunuh seseorang bukan karena orang yang dibunuh tersebut bersalah
(karena telah membunuh orang lain), atau berbuat kerusakan di muka bumi,
maka dia (sang pembunuh tersebut) seakan-akan telah membunuh seluruh
manusia” (Qs. Al-Māidah [5]: 32)
Larangan terhadap Suku Bunga
Islam melarang penggunaan segala bentuk
suku bunga sebagai dasar dalam transaksi, apakah member atau menerima,
dan apakah transaksi tersebut dilakukan dengan sesama Muslim atau dengan
non-Muslim. Nabi Muhammad (Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam) bersabda bahwa
Allah melaknat mereka yang membayar bunga, mereka yang menerimanya,
mereka yang mencatat perjanjian dagang berdasar system bunga, dan mereka
yang menjadi saksi atas transaksi tersebut[6], “Allah telah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (Qs. Al-Baqarah [2]: 276)[7]
Larangan terhadap Pendapatan Tertentu yang Tidak Pasti[8]
Islam melarang (umatnya) mendapatkan
penghasilan/upah/gaji dari berjudi, lotre dan produk-produknya, serta
perdagangan alcohol (minuman keras), baik sebagai penjual maupun
distributor[9].
Larangan terhadap Penimbunan
Penimbunan terhadap uang maupun barang, keduanya dilarang dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman: “Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih” (Qs. At-Taubah [9]: 34)[10].
(Hal ini berarti bahwa) manusia hendaknya mengambil (kekayaan yang
telah dianugerahkan Allah) sesuai dengan kebutuhannya, tidak lebih. Di
samping itu, Islam telah mendorong untuk mengeluarkan kekayaan (spend) secara pantas. Kata “spend” [11] atau mengeluarkan kekayaan diulang oleh Al-Qur’an sebanyak 53 kali, Allah Ta’ala menjelaskan bahwa orang yang “mengeluarkan kekayaan (spend)” termasuk ke dalam bagian orang-orang yang bertaqwa[12], “(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. ” (Qs. Ali-Imran [3]: 134)[13]
Larangan terhadap Gaya Hidup Mewah dan Pemborosan
Setiap Muslim hendaknya bertanggung jawab
dalam mengeluarkan kekayaannya. Gaya hidup mewah dan pemborosan
dilarang keras (oleh Islam). Allah Ta’ala berfirman: “Dan
(yang termasuk hamba Allah adalah) mereka yang apabila mengeluarkan
(kekayaannya), mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, (yakni)
diantara keduanya secara wajar ” (Qs. Al-Furqān [25]:67). dan pada surat yang lain, “Wahai
anak adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid,
makan, dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Qs. A’rāf [7]: 31)
Membayar Zakat (Kedermawanan)
Setiap muslim yang memiliki kekayaan,
berlebihan dari yang mereka butuhkan, baik laki-laki maupun perempuan
diwajibkan untuk membayar zakat yang telah ditetapkan banyaknya (2,5 %)
di luar kebutuhannya. Kedermawanan adalah sebuah metode memperkecil
jarak antara si Kaya dan si Miskin, dan memberikan jaminan atas
kebutuhan-kebutuhan orang miskin dalam sebuah masyarakat dimana mereka
berada.
Membayar Sedekah (Sosial)
Seluruh Muslim didorong untuk senantiasa memberikan sedekah (dana social). Nabi Muhammad (Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam) bersabda bahwa: “Tidak aka nada harta (kekayaan) yang berkurang karena disedekahkan”
Kebersihan
Nabi Muhammad (Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam) bersabda bahwa “kebersihan mengajak ke arah keimanan, dan keimanan akan menjadi pembimbing menuju surga”.[14]
Kebersihan tidak hanya di terapkan pada daerah-daerah bisnis yang dapat
dilihat oleh pelanggan, hal tersebut (hendaknya) meliputi bagian
operasional, perengkapan, serta area gudang.
________________________________________________________________
Diterjemahkan dengan penambahan pada catatan kaki oleh Adistiar Prayoga. Sumber: The Principles of Islamic Marketing, Part 1 Chapter 2 karya Baker Ahmad Alserhan, 2011
Diterjemahkan dengan penambahan pada catatan kaki oleh Adistiar Prayoga. Sumber: The Principles of Islamic Marketing, Part 1 Chapter 2 karya Baker Ahmad Alserhan, 2011
[1] Dalam bahasa Arab disebut Risywah (الرشوة)
[2] Ditambahkan kata “fil hukmi (dalam hukum) menurut riwayat Ahmad, Turmidzi, dan Hakim dari Abu Hurairah (hadits Shahih menurut As-Suyuthi dalam Al-Jāmi’u’sh-Shaghīr II/7254 ” As-Suyuthi jugamenuliskan bahwa, dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Laknat Allah atas penyuap, penerima suap, dan orang yang terlibat diantara keduanya (fasilitator)” (hadits dari Tsauban diriwayatkan oleh Ahmad, hadits Shahih menurut As-Suyuthi dalam Al-Jāmi’u’sh-Shaghīr, II/7255 )
[3] Dalam riwayat Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Para pedagang yang amanah dan jujur, (di surga bersama) para nabi, orang-orang jujur, dan mereka yang syahid di jalan Allah” (Sunan at-Tirmidzi no.1209)
[4] Teks asalnya adalah sebagai berikut”Dari Abu Hurairah ,’Bahwasanya Rasulullah Shalla-l-Lahu’alaihi wa Sallam
pernah melalui suatu segumpalan makanan yang akan di jual, lantas
beliau memasukkan tangan beliau ke dalam segumpalan itu, tiba-tiba di
dalamnya jari beliau meraba yang basah. Beliau keluarkan jari beliau
yang basah itu seraya berkata ”Apakah ini?” orang yang memilikinya
menjawab: ”Basah karena hujan, ya Rasulullah , Beliau bersabda,”Mengapa
tidak engkau taruh di bagian atas supaya dapat di lihat orang? Barang
siapa yang berbuat carang, maka ia bukan umatku” (HR.Muslim)
[5] Ayat “terpanjang” yang dimaksud adalah Qs. Al-Baqarah [2]:282
[6] Lihat haidits “Laknat Allah atas Riba” diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dari Ibnu Mas’ud, hadits Shahih menurut As-Suyuthi dalam Al-Jāmi’u’sh-Shaghīr, II/7256
[7] Dalam naskah asli tertulis Quran 2:277, seharusnya Quran 2:276
[8] Di naskah asli tertulis “certain earnings” dapat diterjemahkan menjadi “pendapatan tertentu” atau mungkin yang dimaksud penulis adalah “uncertain earnings” sesuai dengan pembahasannya
[9] Qs. Al-Baqarah [2]: 219
[10]Di naskah asli tertulis bahwa ayat tersebut tercantum dalam Quran 43:33, mungkin yang dimaksud penulis adalah Quran 9:34 (sebagaimana tertulis dalam terjemahan). Adapun
pada Quran. 43:33, tertulis tentang laknat Allah atas orang kafir
dengan bentuk perumpaan bahwa kehidupan dunia tidaklah kekal,
sebagaimana kehidupan akhirat (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsier (Surah
Az-Zukhruf [43]: 26-35). Teks terjemahan Quran. 43:33 adalah sebagai
berikut: “Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari
manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan
bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-
loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang
mereka menaikinya.”
[11] Terjemahan dari kata dalam Bahasa Arab “nafaqa-yunfiqu” yang berarti membelanjakan
[12]
Dalam ayat sebelumnya, Qs.Ali Imran [3]:133 dijelaskan bahwan orang
yang bertaqwa akan mendapatkan surga seluas langit dan bumi.
[13]Di naskah asli tertulis bahwa ayat tersebut tercantum dalam Quran 4:38, mungkin yang dimaksud penulis adalah Quran 3:134 (sebagaimana tertulis dalam terjemahan). Adapun
Quran. 4:38, berisi tentang larangan Allah kepada orang-orang yang
mengeluarkan kekayaannya di jalan Allah tetapi ingin dilihat dan dipuji
orang lain (riya’). Mereka akan disiksa oleh Allah dengan azab yang
menghinakan, sebagaimana dijelaskan pada ayat sebelumnya (Quran 4:37).
Teks terjemahan Quran. 4:38 adalah sebagai berikut: “Dan (juga) orang-orang yang mengeluarkan harta-harta mereka karena riya’ kepada manusia,…”
[14] HR. Thabarani, dikutip DR. Yusuf al-Qaradhawi dalam al-Halal wal Haram fii’l Islam, Bab Islam Agama Bersih dan Indah
Post a Comment