Manajer dan Pemimpin
Para manajer itu ditunjuk karena kemampuan mereka untuk mempengaruhi didasarkan pada wewenang formal yang melekat pada posisinya. Para pemimpin dapat ditunjuk dari dalam suatu kelompok. Pemimpin dapat mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja melebihi tindakan yang diperintahkan oleh otoritas formal (manajer). Haruskah semua manajer menjadi pemimpin, dan haruskah semua pemimpin menjadi manajer, sementara ini belum ada orang yang mampu membuktikanya entah karena riset atau argumentasi nalar, bahwa kemampuan kepemimpinan itu merupakan halangan bagi seorang manajer.
Seorang manajer idealnya haruslah pemimpin tetapi bukan semua pemimpin dengan sendirinya mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam fungsi manajemen lain, artinya tidak semuanya harus menduduki posisi manajemen. Untuk itu definisi seorang pemimpin, ialah orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan memiliki wewenang manajerial. Sedangkan Kepemimpinan, adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan.
Teori-Teori Kontemporer Kepemimpinan
Tiga dari teori-teori kontemporer mengenai kepemimpinan, adalah Teori Friedler, Teori Alur Tujuan, dan Teori Partisipasi Pemimpin. Ketiga teori itu digambarkan sebagai teori kontingensi mengenai kepimpinan sedangkan teori lainya lebih mencerminkan pandangan kepemimpinan dalam hal penerapanya.
Model fiedler
Model Kontingensi yang komprehensif mengenai kepemimpinan telah disusun oleh Fred Fiedler. Model kontingensi Fiedler itu mengemukakan, bahwa kinerja kelompok yang efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interaksi pemimpin dengan bawahannya, dan derajat sejauh mana situasi memungkinkan kelompok itu untuk mengendalikan dan mempengaruhi. Model itu didasarkan pada anggapan, bahwa kepemimpinan itu paling efektif pada situasi yang berbeda, dan kemudian mengidentifikasi kombinasi yang pas antara gaya dengan situasi.
Fiedler menyatakan bahwa faktor kunci dalam kesuksesan kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan yang mendasari seseorang. Gaya seseorang itu merupakan salah satu dari tipe kepemimpinan, salah satunya gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (hubungan). Untuk mengukur gaya seorang pemimpin, Fiedler mengembangkan kuesioner LPC (Least Preferred Cowoker atau teman kerja yang paling tidak disukai). Fiedler percaya, bahwa jika rekan kerja yang paling sedikit disukai itu digambarkan dengan istilah-istilah yang relatif positif (dengan kata lain skors LPC yang tinggi), maka respon itu terutama berminat dengan hubungan pribadi yang baik dengan rekan-rekan kerjanya. Artinya apabila anda menggambarkan orang yang paling sedikit mampu untuk bekerja sama itu dengan istilah-istilah yang menguntungkan, anda akan diberi cap berorientasi hubungan.
Sebaliknya, andaikata anda melihat rekan yang paling sedikit disukai itu dalam istilah-istilah yang relatif tidak menguntungkan (angka LPC yang rendah), anda terutama berminat pada produktivitas dan penyelasaian tugas itu dengan demikian anda akan dicap berorientasi tugas. Setelah gaya kepemimpinan mendasari seseorang ditentukan melalui LPC, perlu juga mengevaluasi situasi untuk mencocokkan pemimpin itu dengan situasinya. Riset Fiedler dalam hal ini menyikapi 3 dimensi kontingensi yang menetapkan faktor-faktor situasional utama untuk menentukan efektifitas pemimpin, yaitu hubungan pemimpin-anggota, mencakup: (1) tingkatan kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat, yang dimiliki bawahan terhadap pemimpin mereka; dinilai sebagai entah baik atau buruk; (2) struktur tugas, sejauh mana tugas-tugas kerja itu diformalkan dan dijadikan prosedur, dinilai sebagai tinggi atau rendah; dan (3) kekuasaan posisi, tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin terhadap kegiatan-kegiatan berdasarkan kekuasaan, seperti mempekerjakan, memecat, menertibkan, menaikan pangkat, dan menaikan gaji, dinilai sebagai kuat atau lemah.
Fiedler memperlakukan gaya kepemimpinan seseorang sebagai hal yang tetap. Untuk itu, sebetulnya hanya ada dua cara untuk memperbaiki efektifitas pemimpin. Pertama, anda harus membawa masuk seorang pemimpin baru yang lebih cocok dengan situasinya. Misalnya, apabila situasi kelompok itu dinilai sebagai sangat tidak menutungkan tetapi dipimpin oleh seorang pemimpin yang brorientasi hubungan, kinerja kelompok itu dapat diperbaiki dengan menggantikan orang tersebut dengan pemimpin yang berorientasi tugas. Alternatif kedua, adalah mengubah situasinya hingga cocok dengan pemimpin itu, ini dapat dilakukan dengan merestrukturisasi tugas-tugas dengan cara meningkatkan atau mengurangi kekuasaan yang dimiliki pemimpin terhadap faktor-faktor, seperti kenaikan gaji, kenaikan pangkat, dan tindakan disipliner.
Teori Alur-Tujuan
Salah satu pendekatan yang paling dihargai untuk memahami kepemimpinan, adalah teori Alur-Tujuan. Teori ini dikembangkan oleh Robert House sebagai sebuah model kepemimpinan situasional yang menyaring unsur-unsur kunci dari teori pengharapan tentang motivasi. Pokok teori ini, adalah tugas pemimpin untuk menolong para pengikutnya dalam mencapai tujuan-tujuan mereka, dan untuk memberikan dukungan (bimbingan) yang perlu guna menjamin agar tujuan-tujuan mereka itu cocok dengan keseluruhan tujuan-tujuan kelompok (organisasi) tersebut. Menurut teori ini perilaku seorang pemimpin dapat diterima oleh bawahan sejauh mereka melihatnya sebagai sumber langsung kepuasan atau sebagai sarana kepuasan masa depan.
Perilaku seorang pemimpin itu memotivasi, sejauh kelakuan itu membuat pencapaian kebutuhan bawahan tergantung pada kinerja yang efektif, memberi pelatihan, bimbingan, dukungan, dan imbalan-imbalan yang perlu bagi kinerja yang efektif. House mengidentifikasi empat perilaku pemimpin, yaitu:
1. Pemimpin yang Direktif, membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka, memjadwal pekerjaan yang harus dilakukan, dan memberi bimbingan spesifik mengenai caranya menyelesaikan tugas,
2. Pemimpin yang Suportif, bersikap bersahabat dan menunjukkan serta menggunakan saran-saran mereka sebelum membuat keputusan,
3. Pemimpin yang Partisipatif, berunding dengan bawahan dan menggunakan saran-saran mereka sebelum membuat keputusan,
4. Pemimpin yang Berorientasi Prestasi, mematok tujuan-tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk bekerja pada tingkat yang paling tinggi.
Gambar 7 Teori Alur-Tujuan
Berikut ini beberapa contoh hipotesa yang telah dikembang dari teori Alur-Tujuan, yakni:
1. Kepemimpinan Direktif, menyebabkan kepuasan yang lebih besar bila tugas-tugas itu sangat terstruktur dan ditata dengan baik namun bawahan yang merasa mempunyai kemampuan besar (banyak pengalaman) cenderung menganggap hal itu berlebihan. Semakin jelas dan birokratis hubungan wewenang formalnya, maka para pemimpin harus bisa menampilkan perilaku yang mendukung dan mengurangi perilaku yang mengarahkan,
2. Kepemimpinan yang suportif, menghasilkan kepuasan dan kinerja karyawan yang tinggi bila ada konflik nyata dalam suatu kelompok kerja,
3. Kepemimpinan partisipatif, orang-orang percaya, bahwa mereka bisa mengendalikan nasib mereka sendiri sehingga akan merasa lebih puas dengan gaya kepemimpinan partisipatif,
4. Bawahan-bawahan dengan tempat kendali eksternal akan merasa lebih puas dengan gaya yang direktif,
5. Kepemimpin berorientasi prestasi, akan meningkatkan harapan bawahan bahwa usaha yang dilakukan akan menjurus kearah kinerja yang tinggi apabila tugas-tugas disusun secara tidak jelas.
Model Partisipasi Pemimpin
Model kontingensi lainnya dikembangkan oleh Viktor Vroom dan Philip Yetton. Model ini, adalah model partisipasi pemimpin yang menghubungkan perilaku pemimpin partisipasi dalam hal pembuatan keputusaan. Model ini dikembangkan pada awal 1970-an dengan asumsi, bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan dengan struktur tugasnya, baik yang bersifat rutin, non rutin, atau salah satu diantaranya. Model Vroom dan Yetton disebut sebut juga model normatif sebab model ini menyajikan suatu rangkaian aturan (norma) yang berurutan dan harus diikuti oleh pemimpin untuk menentukan bentuk dan jumlah partisipasi dalam pengambilan keputusan, sebagaimana ditentukan oleh berbagai jenis situasi.
Otokrasi I (AI): Anda bisa pecahkan masalah dan membuat keputusana sendiri dengan menggunakan informasi yang tersedia saat itu. Otokrasi II (AII): Cari informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian putuskan sendiri jawaban atas permasalah tesebut. Pimpinan boleh menceritakan kepada bawahan mengenai masalah yang dihadapi sehingga bisa mencari informasi dari mereka. Peran bawahan dalam pembuatan keputusan lebih kepada memberi informasi yang diperlukan daripada memberikan atau mengevaluasi alternatif pemecahan masalah.
Konsultatif I (CI): Pemimpin bisa berbagi masalah dengan bawahan kemudian meminta gagasan dan saran tanpa membawa mereka sebagai suatu kelompok. Konsultatif II (CII): Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan sebagai kelompok, dan secara bersama-sama mencari gagasan serta saran dari mereka. Kemudian anda membuat keputusan yang boleh mencerminkan atau tidak mencerminkan pengaruh bawahan anda. Kelompok II (GII): Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan sebagai kelompok, dan bersama-sama menghasilkan serta mengevaluasi alternatif dan mencoba untuk mencapai kesepakatan (consensus) pada suatu jawaban persoalan.
Teori Antribusi Kepemimpinan
Teori antribus telah digunakan pula untuk menjelaskan persepsi tentang kepemimpinan. Teori ini berusaha untuk menafsirkan hubungan sebab-akibat dengan pernyataan, bahwa kepemimpinan itu sekedar sebuah keterangan yang dibuat orang mengenai individu-individu lain. Melalui penggunaan kerangka kerja atribusi tersebut para peneliti telah menemukan, bahwa orang cenderung mencirikan pemimpin sebagai seseorang yang memiliki karakteristik, seperti : kecerdasan, kepribadian yang mudah bergaul, keterampilan verbal yang kuat, agresif, penuh pengertian, dan rajin. Pemimpin itu serba tinggi (artinya tinggi dalam memprakarsai struktur, dan dalam perhatianya) telah terbukti sesuai dengan keterangan orang mengenai apa yang membuat pemimpin baik.
Teori Kepemimpinan Karismatik
Teori kepemimpinan karismatik merupakan perluasan dari teori atribusi, teori ini mengatakan, bahwa para pengikut menemukan penjelaskan mengenai kemampuan kepemimpinan yang heroik (luar biasa) manakala mereka mengamati perilaku tertentu. Studi terhadap kepemimpinan karismatik untuk sebagian besar telah diarahkan pada penentuan perilaku yang membedakan para pemimpin karismatik dengan para pemimpin yang bukan karismatik.
Karakteristik kunci dari Pemimpin Karismatik sebagai berikut:
1. Keyakinan diri, keyakinan penuh dalam penilaian dan kemampuannya.
2. Visi, memiliki tujuan idealis dalam mengusulkan masa depan yang lebih baik daripada keadaan status quo. Semakin besar perbedaan antara tujuan idealis dengan status quo, akan sangat memungkinkan, bahwa para pengikut akan mengkaitkan misi yang luar biasa itu kepada pemimpin.
3. Kemapuan mengartikulasikan visi, mampu menjelaskan dan menyatakan visi itu dalam istilah yang dipahami orang lain. Artikulasi ini memperlihatkan pemahaman terhadap kebutuhan kepada para pengikut untuk bertindak sebagai kekuatan motivasi.
4. Keyakinan yang kuat akan misi, berani menanggung resiko pribadi, mengeluarkan biaya besar, dan bersedia mengorbankan diri demi tercapainya visi.
5. Perilaku yang lain dari biasa, membawa perilaku yang dianggap baru, tidak biasa, dan melawan arus. Bila berhasil, perilaku ini membangkitkan keheranan dan kekaguman dari para pengikut.
6. Penampilan sebagai agen, lebih dianggap sebagai agen perubahan yang radikal daripada sebagai pengemban status quo.
7. Kepekaan Lingkungan, mampu melakukan penilaian yang realistik terhadap hambatan lingkungan, dan sumber daya yang diperlukan untuk membawa perubahan.
Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional
Dua kepemimpinan tersebut tidak bisa dilihat sebagai pendekatan yang berlawan untuk menyelesaikan segala sesuatunya karena kepemimpinan transformasional dibangun di atas kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menghasilkan tingkat usaha dan kinerja bawahan yang melampaui apa yang akan terjadi dengan pendekatan transaksional saja. Apalagi kepemimpinan transaksional itu lebih daripada kharisma, pemimpin yang sangat kharismatik akan menghendaki para pengikut untuk menyesuaikan pandangan dunia kharismatik itu dan tidak melangkah lebih jauh. Pemimpin transformasional akan mencoba membangkitkan kemampuan para pengikutnya untuk mempertanyakan bukan saja berbagai pandangan yang telah ada, melainkan juga pada akhir pandangan yang telah ditetapkan oleh sang pemimpin itu.
Pengawasan (Pengendalian)
Pengendalian dapat dirumuskan sebagai proses memantau kegiatan untuk memastikan penyelesaian kegiatan itu sebagaimana telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. William G. Ouchi mengemukakan, bahwa ada tiga pendekatan lebih lanjut untuk merancang sistem pengendalian, yaitu:
1. Pengendalian Pasar, adalah pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan mekanisme pasar ekternal, seperti persaingan harga dan pasar relatif, untuk menentukan berbagai pedoman yang digunakan dalam sistem pengendalian,
2. Pengendalian birokrasi, adalah pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan wewenang organisasional dan mengandalkan aturan, ketentuan, prosedur, dan kebijakan administratif,
3. Pengendalian Iklan, adalah pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan perilaku karyawan yang diatur oleh nilai, norma, tradisi, ritual, keyakinan bersama, dan segi lain budaya organisasi, misalnya : ritual korporasi, seperti jamuan pemberian hadiah kerja setiap tahun atau bonus hari raya, memainkan peran penting dalam menentukan pengendalian.
Tabel 1 Karakteristik dari Tiga Pendekatan terhadap Sistem Pengendalian
Tipe Pengendalian
Karakteristik
Pasar
Menggunakan mekanisme ekternal pasar, seperti : persaingan harga dan pangsa pasar terkait, untuk membuat standar yang digunakan pada sistem. Biasanya digunakan oleh organisasi yang produk atau jasanya telah ditentukan dengan jelas, dan sangat berbeda serta menghadapi persaingan pasar yang cukup ketat
Birokrasi
Bertumpu pada wewenang organisasi dan bergantung pada mekanisme, serta hierarki, seperti : peraturan, ketetapan, prosedur, kebijakan, standarisasi kegiatan, uraian tugas yang terdefinisi dengan baik, dan anggaran, untuk memastikan, bahwa para karyawan memperlihatkan perilaku yang benar dan dapat mencapai standar kinerja
Iklan
Mengatur karyawan dengan nilai, norma, tradisi, upacara-upacara, keyakinan, dan aspek-aspek lain dari budaya organisasi. Sering digunakan oleh organisasi yang biasa bekerja secara tim dan teknologinya mengalami perubahan dengan cepat
Pentingnya Pengendalian
Perencanaan dapat dibuat, struktur organisasi bisa diciptakan untuk memperlancar tercapainya tujuan secara efektif dan efisien, para karyawan dapat diarahkan dan dimotivasi guna menghasilkan kinerja yang baik namun apakah semua itu bisa menjamin semua kegiatan yang dilakukan akan berlangsung sesuai dengan perencanaan, dan tujuan yang dikejar oleh para manajer bisa tercapai. Untuk itu pengendalian sangat penting sebagai jembatan terakhir dalam mata rantai fungsional kegiatan manajemen. Pengendalian, adalah salah satu cara bagi para manajer untuk mengetahui apakah tujuan organisasi itu tercapai atau tidak, dan mengapa hal itu terjadi.
Jenis Pengendalian
Pengendalian Umpan Balik Depan: pengendalian ini paling didambakan karena bisa mencegah munculnya masalah diawal kegiatan, artinya pengendalian itu diarahkan ke masa depan. Kunci, adalah melakukan tindakan manajerial sebelum masalahnya timbul sehingga memungkinkan manajemen untuk mencegah permasalahan ketimbang harus membereskannya. Pengendalian ini menuntut informasi yang tepat waktu dan akurat sehingga sering sulit dikembangkan. Akibatnya para manajer sering mengandalkan kedua jenis pengendalian lainnya. Pengendalian Sejalan: berlangsung saat kegiatan sedang dilaksanakan sehingga manajemen dapat mengoreksi masalah yang muncul sebelum masalah itu terlampau mahal. Bentuk pengendalian yang paling terkenal, adalah pengawasan langsung terhadap tindakan bawahan, dan memantau serta mengoreksinya.
Pengendalian Umpan Balik (paling populer), pengendalian berlangsung setelah kegiatannya terlaksana, seperti laporan pengendalian yang digunakan Chris Tanner untuk menilai penjualan bir. Kekurangan utama dari pengendalian ini, ialah pada saat manajer mendapatkan informasi itu kerusakannya telah terjadi. Seperti pepatah “menutup pintu kandang kuda setelah kudanya dicuri”. Pengendalian ini mempunyai dua keunggulan dibandingkan pengendalian umpan depan dan pengendalian sejalan. Pertama, pengendalian umpan balik memberi para manajer informasi yang bermakna tentang seberapa efektif usaha perencanaan itu. Kedua, pengendalian umpan balik dapat meningkatkan motivasi karyawan.
Gambar 8 Beberapa Jenis Pengendalian
Post a Comment